Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2019

Lumpia sebagai identitas Busaya Etnis Tionghoa Peranakan Semarang

Identitas budaya merupakan sustu produk yang selalu berkembang dan melalui berbagai proses pembentukan, selanjutnya identitas budaya terbentuk dalam suatu reperesentasi. Representasi identitas budaya secara berkelanjutan tercermin dalam kehidupan sehari – hari.  Pembentukan identitas budaya etnis Tionghoa peranakan Semarang juga terjadi akibat akulturasi dan asimilasi budaya, etnis Tionghoa peranakan Semarang menerima budaya penduduk Semarang dan diapresiasikan pada suatu wujud budaya yang baru. lumpia semarang juga identik dengan etnis Tionghoa peranakan Semarang, dapat dilihat dari bahan-bahan, pengolahan, dan keberadaan lumpia dalam kehidupan etnsi Tionghoa peranakan Semarang. Etnis Tionghoa datang ke Indonesia sejak Indonesia berbentuk kerajaan Hindu-Budha, etnis Tionghoa telah menjalin hubungan perdagangan dengan Kerajaan- Kerajaan di Indonesia. Pada pertengahan abad ke-19, sebagian besar etnis Tionghoa tinggal di Pulau Jawa, karena kota-kota perdagangan yang ramai bera

Makna Politik dari Lumpia

Keberadaan lumpia sebagai salah satu kuliner etnis Tionghoa tidak terpengaruh dengan kebijakan Orde Baru. Pada kondisi ini terdapat makana politik yang terkandung dalam lumpia. Etnis Tionghoa peranakan sebagai pelaku bisnis lumpia tetap mempertahankan warisan budaya leluhurnya sebagai diaspora budaya dan integrasi terhadap berbagai kebijakan politik pemerintah. Kebijakan politik yang menekan etnis Tionghoa tidak menghalangi produk budaya yang identik dengan etnis Tionghoa Semarang. Secara tersirat Lumpia memiliki makna politik yang mencerminkan suatu bentuk perlawanan terhadap pemintahan. Etnis Tionghoa peranakan Semarang menaklukkan penduduk pribumi dengan kulinernya, yaitu lumpia. Lumpia dinikmati oleh setiap kalangan, walaupun pemerintah menganggap etnis Tionghoa sebagai orang Asing yang harus di-Indonesia-kan. Etnis Tionghoa peranakan Semarang memiliki andil dalam memperkaya cita rasa penduduk pribumi.

Makna Sosial dari Lumpia

Lumpia Semarang memiliki nilai dan makna bagi etnis Tionghoa peranakan Semarang. Interaksi antara etnis Tionghoa dengan penduduk pribumi Semarang menjadi perantara berkembangnya kuliner lumpia. Lumpia memberikan makna terhadap hubungan sosial  etnis Tionghoa peranakan dan penduduk pribumi. Lumpia yang memiliki cita rasa yang merakyat menyebabkan pembauran adat istiadat dan budaya antara etnis Tionghoa dan penduduk pribumi semakin baik. Selain mempererat hubungan etnis Tionghoa peranakan dengan penduduk pribumi, lumpia juga mempererat hubungan antar etnis Tionghoa. etnis Tionghoa merasa memiliki produk budaya berupa lumpia yang memiliki sejarah yang unik. Lumpia tetap dinikmati, walaupun pada masa pemerintahan Soeharto menolak budaya  – budaya etnis Tionghoa, seperti Barongsai, perayaan Cap Go Meh. Etnis Tionghoa mampu mempertahankan produk budaya warisan leluhurnya. Lumpia merupakan produk budaya, setiap produk budaya memiliki makna bagi masyarakat tempat berkembangnya prod

Filosofi Lumpia

filosofi lumpia secara tradisional di Tiongkok yaitu selalu disantap saat Festival Musim Semi untuk merayakan kebahagiaan dan menyambut datangnya hari baik dan indah karena pada musim semi itu bunga bermekaran.  Pada perkembangannya, lumpia juga dimakan ketika perayaan tahun baru Imlek.  Filosofi Lumpia pada Tahun Baru Imlek yaitu memiliki makna harapan akan kemakmuran dan kekayaan, karena bentuk lumpia yang menyerupai emas batangan.  L umpia merupakan salah satu hidangan khas yang berkaitan dengan salah satu hari raya musim semi Tionghoa sejak zaman dahulu kala. Disini lumpia termasuk dalam hidangan pada hari Ceng Beng, yaitu pada setiap tanggal 5 April. Ceng Beng adalah hari bagi kalangan Tionghoa untuk menghormati leluhurnya dan setahun sekali dengan melawat kekuburan orang tuanya. Istilah Ceng Beng berasal dari Dinasti Han  yang berarti “cerah dan gemilang” .